CAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011

Jumat, 17 Juni 2011 |


Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sejak tahun 1989 – 2010 menunjukkan penurunan. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi Kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4.9%. Artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vit. A, Taburia, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan. Demikian paparan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Tahun 2011, di Jakarta (23/2). Rakerkesnas berlangsung sejak tanggal 21 – 23 Februari 2011. Acara  diikuti seluruh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemkes, Direktur Utama RS Vertikal dan pimpinan UPT lainnya, para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,  Kabupaten/Kota,  Direktur RS Provinsi dan Kabupaten/Kota dari 19 provinsi, serta wakil-wakil Organisasi Profesi.

Dalam paparannya berjudul Meningkatkan Good Governance Kesehatan Di Tingkat Provinsi. Menkes menyampaikan pencapaian pembangunana kesehatan tahun 2010.

Selain masalah gizi, kesehatan anak Indonesia juga terus membaik. Angka kematian Balita, bayi, maupun neonatal terus menurun. Angka kematian Balita menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2007 (SDKI). Angka kematian bayi, menurun dari 68 menjadi 34 per 1.000 KH pada periode yang sama. Angka kematian neonatal menurun dari 32 menjadi 19 kematian per 1.000 KH. Sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah32/1.000 KH untuk Angka Kematian Balita dan  23 per 1.000 KH untuk angka kematian bayi, kata Menkes.

Menurut Menkes, angka kematian ibu menurun dari 307 per 100.000 KH pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI). Target tahun 2014 adalah 110 per  100.000 KH. Salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan.
Ditambahkan, secara nasional persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010 (Data Riskesdas, 2010).

“Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, salah satu terobosan baru Kementerian Kesehatan adalah melalui Jaminan Persalinan (Jampersal),” kata Menkes. Jampersal merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari Polindes, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah di kelas tiga.

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS difokuskan pada upaya menekan angka prevalensi kasus HIV dan meningkatkan persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat Anti Retroviral Treatment (ARV).


Faktor risiko penularan HIV paling banyak melalui hubungan seksual sebesar 50,3% dan pengguna narkoba dengan jarum suntik (IDU) sebesar 40,2%.

Saat ini angka prevalensi kasus HIV telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010. “Artinya telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70% pada tahun 2010,” terang Menkes.
Dalam penemuan kasus malaria telah tercapai, 1,96 per 1.000 penduduk pada tahun 2010. Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian malaria diantaranya pembagian kelambu missal, penyemprotan rumah pada daerah yang terjadi peningkatan kasus, integrasi dengan program lain seperti KIA, dan pengobatan malaria.

“Diharapkan road map pengendalian Malaria dijalankan, terutama kegiatan Eliminasi Malaria di DKI, Bali, Batam (tahun 2010), Jawa, Aceh, Kepri (tahun 2015), Sumatera, NTB, Kalimantan & Sulawesi (tahun. 2020), serta Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Maluku Utara (tahun 2030),” ujar Menkes dihadapan peserta Rakerkesnas.

Untuk Pengendalian TB, angka penemuan kasus mencapai 73,02% pada tahun 2010. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2009 mencapai 89,3%.

Di bidang sanitasi telah berhasil menggerakkan masyarakat di 2.510 desa untuk melaksanakan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat pada tahun 2010. Pada tahun 2011, sasarannya akan meningkat 2 kali lipat dari tahun 2010.

Di bidang kualitas air minum, hasil pemantauan tahun 2010 menunjukkan 85,18% rumah tangga yang mendapat air dari PDAM telah memenuhi syarat.

Untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan di daerah, Kemkes  telah melaksanakan program pengiriman tenaga kesehatan tidak tetap (PTT) termasuk di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan Terpencil (DTPK). Saat ini jumlah tenaga kesehatan yang mengikuti program PTT berjumlah 3.020 dokter umum, 904 dokter gigi, 86 dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dan 28.968 bidan.

Di samping PTT, Kemkes telah melaksanakan program penugasan khusus 4 jenis tenaga kesehatan (perawat, analis, sanitarian, penata gizi) dan pendayagunaan residen senior di DTPK.
Di samping program pemenuhan dan pengembangan SDM Kesehatan, pemenuhan dan peningkatan sarana serta prasarana kesehatan merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk itu  Kementerian Kesehatan pada tahun 2010  telah memfasilitasi pembangunan 44 Rumah Sakit baru di Kabupaten/Kota, 2.828 Posyandu, 283 Poskesdes, 377 Pustu, 17 Puskesmas Non Perawatan, dan 177 Puskesmas Perawatan melalui dana Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas Perbantuan (TP).

Untuk mendukung pembangunan kesehatan di daerah, Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan sebagian besar  dana yang ada kepada Daerah. Distribusi anggaran APBN  tahun 2009 – 2011 ke daerah sudah lebih dari  75%.

“Sejak tahun 2010 kita menggunakan anggaran berbasis kinerja, sehingga setiap rupiah yang dianggarkan harus menghasilkan suatu output/outcome tertentu,” tegas Menkes.

SOSIALISASI PROGRAM JAMPERSAL DAN LINFASKES

Senin, 30 Mei 2011 |


Dalam Pertemuan Dukun Paraji di Wilayah Kerja Puskesmas Ciulu yang di hadiri oleh Kapolsek Banjarsari dan Kepala Puskesmas Ciulu untuk mensosialisasikan Prgoram Pemerintah JAMPERSAL dan LINFASKES kepada Kepala Desa, kader kesehatan dan Dukun Paraji yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciulu dan bahaya praktek dukun paraji terhadap keselamatan ibu melahirkan.


Petugas Puskesmas Ciulu, Banjarsari, Jabar, gencar menggalakkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat miskin terkait masih banyaknya praktek dukun Paraji di Kecamatan Banjarsari. LINPASKES yang dibuka selama 24 jam diperuntukan bagi masyarakat umum.

Akan tetapi, pihaknya terkadang mengalami kesulitan dalam menghadapi masyarakat miskin Kecamatan yang tidak memiliki identitas yang kurang jelas sehingga sulit mendapatkan surat keterangan tidak mampu guna memperlancar administrasi kelahiran.

Panjangnya birokrasi yang ada dalam pembuatan surat keterangan tidak mampu, bagi masyarakat miskin Kecamatan menjadikan tingkat praktek dukun Paraji merajalela, sehingga sangat membahayakan bagi calon ibu yang akan melahirkan.

Masyarakat miskin Kecamatan yang masih mempercayai dukun Paraji sering beranggapan bahwa proses melahirkan tidak serumit mengurus sura-surat keterangan tidak mampu.
Karenanya setiap satu bulan sekali Kami beserta kader kesehatan senantiasa memberikan penyuluhan melalui posyandu pada masyarakat.

Selain itu kami juga turut bekerja sama dengan kantor Desa dimana pengeluaran akte kelahiran hanya dapat di berikan oleh petugas kesehatan resmi, hal ini untuk mencegah tingkat kematian bayi akibat pendarahan dan infeksi.

Sebelum tahun 2000, diakuinya pihak petugas kesehatan juga sempat melakukan penyuluhan terhadap para dukun Paraji yang masih menggunakan cara-cara konvensional dalam membantu persalinan dengan bilah bambu, gunting, dan benang yang jauh dari seteril.

Namun, sejak tahun 2000 Para dukun Paraji ini tidak lagi diperbolehkan untuk melakukan praktek persalinan. Hal ini terkait dengan UU kesehatan No 36 tahun 2009 tentang praktek tradisional dan UU No 29 tahun 2004 tentang Praktek kedokteran.

Kami berharap pada pemangku kepentingan agar dapat mempermudah masyarakat miskin Kecamatan untuk mendapatkan surat keterangan tidak mampu.

Selain itu, kasmi juga menghimbau pada masyarakat untuk dapat mematuhi aturan birokrasi yang ada seperti halnya kewajiban memiliki kartu tanda penduduk, karena dengan demikian akan turut pula memudahkan mereka apabila datang ke LINPASKES Pemerintah ataupun swasta.

makanan yang tidak boleh di gabung dengan obat-obatan

Selasa, 24 Mei 2011 |


Posted on Mei 17, 2011 by Tata Sudinta.SKM
PUSKESMA CIULU, Makanan memang menjadi sumber energi yang penting bagi tubuh. Tapi beberapa makanan diketahui bisa menimbulkan interaksi dengan obat tertentu. Ketahui makanan apa saja yang tidak boleh digabung dengan obat.
“Kuncinya adalah tidak mengubah secara drastis pola makan saat minum obat tertentu, tapi tanyakan pada dokter mengenai potensi interaksi yang mungkin terjadi,” ujar Dr jane Alder, dosen farmakologi dari University of Central Lancashire, seperti dikutip dari Dailymail, Selasa (17/5/2011).
Dr Alder akan menjelaskan beberapa makanan yang sebaiknya tidak dikombinasikan dengan obat tertentu karena bisa membuat obat jadi tidak berguna atau justru berbahaya yaitu:
Jus buah
Grapefruit mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang bisa mencegah enzim dalam usus untuk menjaga benda asing tetap berada di luar, sehingga tidak bekerja secara optimal. Kondisi ini akan membuat lebih banyak obat yang diserap sehingga efektivitasnya bisa 2-3 kali lipat dari dosis yang dianjurkan.
Sebaiknya tidak mencampur jus grapefruit dengan obat untuk mengobati irama jantung abnormal, antidepresan, antihistamin (obat alergi), statin dan obat anti kejang. Sedangkan jus cranberry dan jus delima bisa memperlambat kecepatan hati untuk memecah pengencer darah obat dan pada obat antidepresan bisa menyebabkan penurunan efektifitas obat.
Makanan produk susu
Kalsium dalam susu bisa mengikat tetrasiklik dan minosiklik dari antibiotik. Jika kandungan antibiotik ini digabung dengan mineral akan membuatnya tidak larut dalam usus sehingga tidak diserap oleh tubuh. Mengonsumsi susu setengah liter bisa mengurangi efektivitas antibiotik hingga 80 persen. Kalsium juga bisa mengganggu penyerapan obat osteoporosis. Hindari minum susu dalam waktu 2 jam sebelum minum obat.
Makanan fermentasi
Makanan hasil fermentasi seperti keju yang mengandung tyramine dalam konsentrasi tinggi bisa menyebabkan ‘sindrom keju’. Tyramine akan bereaksi dengan obat antidepresan yang disebut monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) dengan mencegah enzim yang berfungsi mencerna senyawa. Kondisi ini akan mengakibatkan tekanan darah tinggi yang berbahaya.
Daging panggang
Penderita asma harus menghindari daging panggang karena kandungan karbonnya bisa membentuk senyawa yang mencegah obat asma dengan teofilinn bekerja secara optimal. Selain itu karbon ini juga bisa memicu serangan asma meskipun sudah mengonsumsi obat.
Sayuran hijau
sebagian besar sayuran hijau termasuk bayam, kol dan teh hijau mengandung kadar vitamin K yang tinggi dan bisa memicu pembekuan darah. Jika dikonsumsi dengan obat pengencer darah akan membuatnya menjadi tidak berguna.
Makanan berserat
Makanan yang tinggi serat bisa memperlambat penyebaran banyak obat termasuk digoxin yang digunakan untuk mengatur detak jantung tidak teratur, obat diabetes metformin dan mencegah penyerapan obat penurun kolesterol statin. Tapi bukan berarti makanan berserat harus dihilangkan dari menu makanan, tapi hindari mengonsumsinya dalam waktu 2 jam sebelum minum obat.
Filed under: BIDANG PROGRAM, BINKESMAS, PENGELOLAAN OBAT DAN MAKANAN (POM), PROMOSI KESEHATAN,JPKMM, SIK DAN LITBANG Ditandai: | Kompetensi Dokter Indonesia, Makanan yang Tidak Boleh Digabung dengan Obat, OBAT ANTIVIRUS FLU BURUNG AKAN EXPIRED DESEMBER 2008, SEMINAR NASIONAL PENYAKIT BERSUMBER BINATANG